My Heart Star
Hening.
Hanya langkah kakiku yang terdengar lebih keras dari biasanya. Sepanjang
koridor belum aku jumpai seorang pun.
Nampaknya, senior begitu ketat mengawasi
kami hingga tak satu pun siswa baru yang dapat lolos dari pelatihan semi
militer di lapangan.
Hanya aku, yang berani izin kembali
ke kelas untuk mengambil papan namaku yang tanpa sengaja aku tinggalkan waktu
jam istirahat di kelas.
Hahhhh……
aku menghelan nafas panjang dan mengeluarkannya perlahan dari mulutku. Lega.
Sejenak aku merasa nyaman dapat menghindari para senior yang sedari tadi membentak-bentak
ku seakan ingin menerkamku dengan
mulutnya yang lebar. Atau mungkin mereka sangat bernafsu ingin menyiksaku. Mereka terlihat sangat ganas seperti macan
lapar yang bisa membinasakan kami hanya dengan satu terkaman.
Rasanya
jengkel menerima perlakuan mereka yang semena-mena.
Aku
menarik daun pintu. Lantas, terdengar suara decitan yang membuat hatiku geli.
Tiba- tiba betapa terkejutnya aku begitu melihat seseorang yang berdiri tepat
di hadapanku.
Matanya
terbuka seiring pintu kelas yang aku buka. Terlihat tas punggung warna hitam
tergantung di kedua pundaknya. Dia hanya
diam. melawati ku yang mendadak mematung
begitu melihat keberadaannya.
Dia
melepasku dengan sorot mata yang tajam. Entah mengapa matanya terlihat begitu
jelas dan dalam. Bola matanya bersinar. Dan sekilas nampak banyangan wajahku
terlukis di dalam lingkaran sinarnya.
Aku
terus mendengar langkah kakinya yang semakin menjauh. Menghilang. Ditelan keheningan lorong koridor yang berkelok-kelok.
Namun, aku masih mematung. Berdiri dan baru menoleh begitu sosoknya telah
menghilang ditelan jarak yang menjadi pemisah.
“
Ayo cepatttt!” teriak salah seorang
senior dari lapangan memberi komando pada barisan siswa baru yang tak melakukan
gerak sesuai perintahnya.
Sejumlah
siswa yang mendapat hukuman pun juga dapat aku saksikan dari kaca jendela kelas
yang memantulkan cahanya kilau matahari. Aku bergegas mengambil papan namaku.
Begitu tergesanya aku, hingga aku terjatuh sewaktu pintu yang hendak aku
buka ternyata terbuka dengan sendirinya.
Nampak
olehku dua orang senior yang berdiri dihadapanku. “ Kau tidak apa- apa ?” tanya
seorang senior yang aku ketahui
bernama Lando.
Aku
menggelengkan kepala sambil berusaha berdiri. “ Aku tidak apa- apa, kakak tidak
perlu kuatir…..” jawabku bermaksud menolak bantuannya.
Walau
pun Lando sudah mengulurkan tangannya ke arahku, tapi aku tidak bisa
menyambutnya dengan leluasa karena senior wanita yang berdiri di sampingnya
terlihat tidak suka dengan hal itu.
“
Apakah kau melihat Tino… ? Siswa yang satu kelas denganmu. Dia sudah tiga hari
tidak mengikuti pelatihan siswa baru dan baru hari ini dia masuk,tetapi di jam
ketiga sudah menghilang entah kemana…. Apakah kau melihatnya ?” tanya Lando
lagi.
Aku
terdiam sejenak. Ketika hendak aku menjawab pertanyaannya….. seorang senior
bernama Afa berteriak kepadanya dari ujung koridor. Suaranya yang lantang
seketika membuat Lando menoleh.
“
Lando, penjaga sekolah bilang jika siswa baru itu melarikan diri lewat pagar
belakang sekolah….!”
“
Apa !” Sontan Lando geram dan marah pada keteledorannya sendiri, juga para
senior yang lain yang kurang waspada terhadap siswa baru yang tidak menurut
perintahnya.
Sampai
akhir pelatihan siswa baru nama Tino tetap menjadi topik hangat pembicaraan
para siswa di sekolah.
Awal
masuk ajaran baru. Tino kembali berulah. Dia adalah satu- satunya anak yang
berani mengeluarkan baju seragamnya ketika di sekolah, memanjangkan poni
rambutnya, mengecat rambutnya dengan warna pirang seperti G- Dragon, repper
salah satu boysband Korea. Dan masih banyak hal yang membuat namanya tak pernah
redup dibicarakan. Namun, dibalik semua itu dia adalah siswa pintar yang sangat
aku kagumi.
Seorang
murid yang mampu menghafalakan semua huruf hiragana, katakana dan kanji jepang
hanya dalam waktu satu jam. Seorang
murid yang mahir membaca unsur-unsur kimia, mereaksikan dan menjelaskan
macam-macam larutan dan sangat pandai berdialog bahasa inggris.
Dia
menduduki peringkat pertama ketika ujian bahasa inggris dan menjadi
satu-satunya anak yang lolos dari remidi kimia dan fisika. Dia…., mendadak
menjadi tokoh teristimewa dalam lembaran kisah
SMAku.
Aku
selalu ingin melihatnya. Memperhatikannya, juga ingin tahu apa yang dia
rasakan. Aku merasa dia begitu istimewa, seperti sebutir salju yang putih, yang
terjatuh di malam tahun baru. Terkadang dia
juga terlihat seperti embun yang
bening ,yang menyegarkan sekuntum mawar merah yang layu. Dia…. Amat berarti
dalam hidupku.
000
Kamis
pagi kelasku berolahraga. Pak guru memerintahkan kami untuk bergegas lari ke
lapangan. Walaupun kala itu mendung, aku
tetap bersemangat. Aku tidak peduli jika gumpalan awan yang seakan tergantung
di atas kepala ku itu akan menjatuhkan berjuta tetes air yang dingin. Asalkan
bersama Tino, asalkan diam- diam aku dapat melihat wajahnya walau dari jauh,
basah kuyu oleh air hujan pun aku tidak akan pernah mengeluh. Bagiku hari ini
tetap cerah, karena wajah Tino seakan bersinar di hatiku.
Olah
raga minggu ini bebas. Semua siswa bebas melalukan olah raga yang disukai. Ada
yang senam, kasti, badminton, lompat
jauh dan Tino, dia terlihat
sedang asik bermain sepak bola dengan teman-temanya.
Aku
senang melihatnya. Ikut tersenyum saat dia berteriak kegirangan karena berhasil
memasukkan bola kedalam gawang lawan. Dan menggantungkan harapan setinggi
bintang akan kemenangannya begitu
mengetahui dia menyusun strategi dan berjuang keras mengkomando tenam-teman
timnya agar lebih kompak dan jeli dalam menyerang. Ketika dia gagal memasukkan
bola ke gawang lawan, ingin rasanya aku berteriak memberinya semangat. “ Jangan
menyerah, Tino…… Aku akan selalu mendukungmu…… Semangat Tino….. semangat!”
Namun,
semua teriakanku hanya tertahan di tenggorokan seperti rasa ini, rasa kagum
yang tak mampu aku utarakan padanya. Apalah dayaku, aku hanya bisa melihat
bintang hatiku bersinar dan membiarkan diriku
sendiri tenggelam di telan kegelapan malam…..
0000
Setiap
hari, ketika pelajaran berlangsung diam-diam
aku selau menoleh ke belakang. Hanya untuk melihatnya. Memastikan dia
dalam ke adaan yang baik.
Melihat
dia mengerjakan tugas, memperhatikan penjelasan guru atau sedang asik bercerita
dengan teman sebangkunya waktu jam kosong membuat hatiku senang. Aku lega.
Tetapi, jika dia sakit, terkulai lemah tak berdaya. Menidurkan setengah
badannya di atas meja sepanjang pelajaran
dan diiringi batuk dari mulutnya
yang tak kunjung terhenti membuat hatiku seakan tersayat.
Rasanya
sangat sakit mengetahui orang yang amat aku kagumi terluka. Namun, aku hanya
bisa tertunduk sambil menggigit bibirku menahan perih. Tak melakukan apapun
untuknya seperti seorang pengecut. “ Tuhan, lindungilah dia untukku…. Amin….,”
hanya sepenggal do’a itu yang bisa aku panjatkan untuknya. Semoga rahmat Tuhan
senantiasa menjaga bintang hatiku yang sakit.
0000
Aku
berdandan melebihi hari biasanya. Rabu sore kemarin sengaja aku pergi ke salon
untuk menata rambutku. Tidak aku potong. Hanya
di gulung dibeberapa sisi agar terlihat lebih banyak dan sesuai dengan
wajah mungilku.
Jujur.
Aku melakukan semua ini hanya untuk Tino. Aku ingin dia melihatku, aku juga
ingin dia memperhatikan aku sama seperti aku memperhatikan dia.
Seperti
biasa di musim hujan. Pagi yang indah kehilangan cahanya keemasannya. Mendung
kelabu tergantung di langit. Siap menjatuhkan jutaan air dingin di atas tanah
lapangan yang ditumbuhi rerumputan hijau yang telah meninggi.
Aku bersiap melakukan pemanasan. Ketika aku
hendak berbaris pak guru memerintahkan aku untuk mengambil peralatan kasti di
gudang. Jelas aku merasa senang mendapatkan tugas itu, karena menyadari Tino
belum sampai di lapangan. Aku berharap, aku dapat berjumpa dengannya di gudang atau hanya
sekedar berpapasan dengannya di lorong koridor.
Ahhh…..
Aku tidak bertemu dengannya di gudang, juga tidak berpapasan dengannya saat di
lorong koridor. Lantas, dia dimana? Bola mataku terus mengembara untuk
menangkap sosoknya. Tak sengaja begitu aku lewat di depan kantin jantungku
mendadak menjadi longsor. Sakit, hingga membuat kakiku bergemetar seakan
kehilangan tenanga.
Sakit.
Sangat sakit…. Bahkan terasa lebih sakit dari goresan pisau yang tajam. Melihat
Tino duduk berdua dengan Kak Eca, senior
kelas 12 membuat hati ini tercabik. Begitu sakitnya hingga aku tak berdaya.
Lemah. Bagaikan terjatuh pada lubang yang dalam dan tak ada cahaya walau hanya
setitik. Lantas, mungkinkah aku masih bisa bernafas untuk hari esok, karena
sulit rasanya untuk bangkit, sulit rasanya untuk bernafas, dan sulit rasanya
untuk berdiri. Aku telah kehilangan duniaku, bintang hatiku dan pohon yang aku gunakan untuk berteduh. Semua pergi dan
menjadi semu.
Benar…
semua ternyata benar. Mereka berdua menjalin hubungan istimewa, seperti yang
setiap orang ceritakan. Namun, sungguh munafiknya aku yang terus mengingkari
kebenaran itu. Dan, betapa menyedihkannya aku yang setiap saat menggantungkan
harapan agar bisa duduk bersamanya melewati secuil senja di atas gedung
sekolah. “ Mereka pasangan yang serasi…..!” batinku mencoba menghibur diri.
Kali
ini udara seakan tak dapat lagi berlenggang di rongga dadaku. Sesak dan tak
sanggup lagi aku melihat mereka bersama. Tiba-tiba air mata yang sedari tadi
aku tahan, meluncur perlahan menambah perih di hati yang luka.
Seakan
turut berduka, alam pun ikut menangis lewat tetesan air hujan.
Dengan
air mata yang terus terjatuh dan suara isak tangis yang tak sanggup lagi aku
tahan, meskipun kedua tanganku dengan erat menutup rapat mulutku, aku
menyandarkan tubuh yang lemah ini pada dinding yang mulai basah oleh hujan.
Semua
basah. Bajuku dan relung hatiku….
Aku
tersadar betapa menyedihkannya aku. Rambutku yang kemarin aku tata di salon pun
kembali lurus diguyur hujan yang lebat. Tanpa pernah Tino tahu penampilanku
yang sengaja aku rubah hanya untuknya…..
Semua
pupus ditelan sakit yang menjalar hingga ke sistem syaraf. Aku hanyalah insan
yang lemah. Yang dengan mudahnya dijatuhkan oleh cinta. Bahkan untuk beranjak
pergi aku harus berusaha mengumpulkan segenap tenanga agar kedua kakiku dapat
menopang tubuh payahku. Namun, tiba-tiba……
“
Kau mau pergi kemana…? Olah raganya sudah dihentikan dari lima belas menit yang
lalu. Akan percuma jika kau membawa peralatan kasti itu ke lapangan !”
Suara
itu terdengar tak asing di telingaku. Aku mengenalnya. Dan, seketika aku
menoleh pada suara itu berasal.
“
Tino…..!” ujarku lirih. Oh….. jantungku hampir meloncat keluar. Aku tak
percanya, tapi ini nyata. Dia berdiri di depannku membawa payung yang sengaja
dia condongkan kearahku. Lantas, Tino mengajakku berteduh di tempat parkir
sepeda.
Dia
hanya diam, begitu juga dengan aku. Walau, mulanya sempat terbesit dipikiranku
untuk mengawali pembicaraan, namun ku biarkan semua berlalu seperti ini.
Sesekali memandang wajahnya, mendengarkan gemericik hujan dan ikut menjulurkan
tangan untuk menadahkan air hujan yang jatuh dari atas genting.
Indah,
seperti mimpi yang tak lenyap di sambut pagi. Terlebih ketika dia bilang jika
tak ada yang istimewa dari hubungannya dengan kak Eca.
0000
Sudah
satu minggu aku dirawat di rumah sakit. Dokter bilang aku terlalu lelah, dan
aku anggap semua yang dokter katakan itu salah. Bukan fisik yang sebenarnya
sakit tapi, hatiku….
Semenjak
beredar kabar jika Tino akan pindah pada awal ajaran baru dikelas 11, aku
langsung jatuh sakit. Aku tak bisa membayangkan bagaimana aku bisa melalui
setiap hariku tanpa melihat wajahnya. Semua akan terasa ganjil…karena
kepergiannnya.
Tino.
Bagiku dia yang menjadi penyemangat hingga aku menjadi juara lomba MIPA, mengejariku untuk berani presentasi di depan
kelas, mendorongku untuk berubah menjadi lebih baik dan selalu menjadi juara di
kelas. Serta, dia yang membuatku berani berdiri di atas panggung untuk
pertunjukan teater. Semua karena dia, dia dan dia….. dan cintanya yang membuat
aku ingin selalu berdiri di dekatnya dipanggung yang sama saat dia tampil menjadi
gitaris untuk bandnya.
Aku
berusaha masuk sekolah tiga hari menjelang kepindahan Tino. Meskipun dokter
dengan keras melarangku pergi karena alasan aku belum sembuh. Tapi, siapa yang
bisa mengalahkan cinta. Kekuatannya begitu besar mendorongku melewati setiap
langkah menuju sekolah, walau dengan nafas yang terengah-engah dan kesadaran
yang sedikit demi sedikit kian tak aku rasakan. Namun, aku tak menjumpai
bintang hatiku….. dimana dia? Setiap lorong koridor telah aku terusuri. Setiap
sudut sekolah telah aku hampiri, tapi dia…. Tidak ada.
Pak
guru memerintahkan aku untuk mengurus izin pulang dengan alasan sakit. Dan aku,
hanya dapat mengangguk. Setelah aku mendapat kabar jika Tino lebih cepat
berpamitan meninggalkan sekolah lima hari yang lalu, maka aku rasa sudah tak ada
lagi gunanya aku berada di sekolah.
Menyakitkan. Melihat setiap sudut sekolah yang
dulu menjadi saksi kenangan yang manis antara aku dan dia, dan kini hanya bisa
membisu melepasnya pergi.
Waktu
akan menjadi obat paling mujarap untuk menjerat masa lalu pada dimensi yang
lampau. Aku berusaha melewati setiap hari di sekolah dengan penuh semangat dan
tekat. Sama seperti ketika Tino menjadi bayangan yang selalu aku perhatikan.
Aku
percaya. Selama nafas ini berhembus kelak takdir dapat membawaku bertemu dengan
bintang hatiku. Setelah hujan turun, bunga musim semi bermekaran, secuil senja
yang merah terlukis dengan sempurna di barat, maka di waktu itulah kami akan
dipertemukan. Usai kami berbenah menjadi insan yang lebih baik.
0000
Akhir
kelas dua belas. Loker milikku yang sudah tiga tahun terkunci dan dinyatakan rusak
oleh petugas sekolah, tiba-tiba dapat aku buka secara tidak sengaja saat acara
perpisahan.
Kotor.
Begitulah keadaan loker lamaku. Penuh debu dan jaring laba-laba yang usam nampak
menjerat beberapa barang yang masih tertata rapi seperti terakhir ku lihat.
Aku
menjulurkan tanganku kedalam. Dengan perlahan tanganku menyapu debu yang
menutupi sebuah foto yang tertempel di salah satu bagian loker. Tino. Dia
tersenyum. Sangat manis dan membuatku ingin tersenyum pula, walau pun sakit
rasanya menyadari jika dia tak ada di sampingku untuk merayakan pesta
kelulusan.
Tanpa
sengaja ketika salah satu temanku yang lewat mengagetkanku, tanganku menyenggol
sebuah buku hingga buku yang tidak sengaja aku senggol itu mengenai foto Tino.
Foto itu pun jatuh. Dan aku sedikit terkejut
mendapati secarik kertas yang tertempel pada bagian belakangnya, karena
seingatku aku tidak pernah menempelkan secarik kertas pada bagian belakang foto
tersebut.
Jangan mengambil gambar
orang tanpa seizinnya…. karena melanggar hukum!! hai,,,, hari ini aku tidak
suka dengan rambut barumu yang kau gulung. Aneh! Aku suka kamu yang apa adanya.
Dengan rambut lurus tergerai dan pita cantik di pinggirnya…. Satu hal lagi, aku
benci melihatmu menangis. Jika kau menangis, entah mengapa aku selalu merasa
bersalah padamu, tanpa pernah aku tahu apa sebenarnya salahku padamu….
Jujur. Aku suka padamu…
Namun, untuk saat ini aku tak bisa mengatakannya, karena aku tidak ingin
membuatmu terluka melepas kepergianku…
Vicka…, tetaplah kau
menjadi melati putih kecilku yang aku suka, yang lugu, bersemangat dan selalu
ingin membuat orang lain bahagia. Mungkin ini terlalu kuno, tapi beginilah
caraku mencintaimu. Kelak…. Jika aku kembali padamu sebagai seorang pria yang
sudah dewasa maka saat itulah aku berani mengungkapkan perasaanku padamu dengan
lebih arif dan bijaksana…..
Kamis,
17 Maret….
From
your star
Aku lega. Sampai saat ini Tuhan
masih memberiku kesempatan untuk mengetahui kebenaran. Aku tidak sendiri. dan
cintaku tidak bertepuk sebelah tangan…..
terima kasih Tuhan!
Nama : Irawati
Alamat : Jalan gajah Mada RT
05/ RW 07
Desa Bogem Kec. Gurah Kab. Kediri
Jawa Timur
Sekolah : Universitas Nusantara PGRI (UNP)
Jalan K. H achmad Dahlan 76 Kediri
No
HP : 081 556 760 861
Biografi dan Cerita Singkat tentang
Cerpen
Aku anak pertama dari lima
bersaudara. Kedua orang tuaku berkerja dan aku tumbuh dewasa dengan pengawasan
yang sangat ketat dari orang tuaku. Itu sebabnya aku menjadi sangat pendiam dan
sukar bergaul, namun semenjak bertemu dengan My Heart Star semua berubah. Aku
menjadi diriku sendiri ketika di sekolah. Dan, sekolah seperti rumah yang
sesungguhnya bagiku.
Aku lulus tahun 2004 dari SDN 1
Bogem. Tahun 2007 aku lulus dari SMPN 1 Gurah. Dan, tahun 2010 aku lulus dari
SMAN 1 Gurah. Sekarang, aku masih giat belajar di Universitas Nusantara PGRI
semester 4 pada jurusan BK.
Moto hidupku, tekat, tekun dan
semangat. Tak perduli orang memandangku tak punya apa pun, namun dengan tekat,
ketekunan dan semangat aku yakin semua pasti bisa, bila Tuhan sudah
menghendaki. Semangat !!!
Semoga cerpen ini dapat membawaku
bertemu dengan My Heart Star yang sudah lama menghilang…..