Rabu, 25 Juli 2012

cerpen saudara


My Heart Star
Hening. Hanya langkah kakiku yang terdengar lebih keras dari biasanya. Sepanjang koridor belum aku jumpai  seorang pun. Nampaknya, senior  begitu ketat mengawasi kami hingga tak satu pun siswa baru yang dapat lolos dari pelatihan semi militer di lapangan.
            Hanya aku, yang berani izin kembali ke kelas untuk mengambil papan namaku yang tanpa sengaja aku tinggalkan waktu jam istirahat di kelas.
Hahhhh…… aku menghelan nafas panjang dan mengeluarkannya perlahan dari mulutku. Lega. Sejenak aku merasa nyaman dapat menghindari  para senior yang sedari tadi membentak-bentak ku  seakan ingin menerkamku dengan mulutnya yang lebar. Atau mungkin mereka sangat bernafsu ingin menyiksaku.  Mereka terlihat sangat ganas seperti macan lapar yang bisa membinasakan kami hanya dengan satu terkaman.
Rasanya jengkel menerima perlakuan mereka yang semena-mena.
Aku menarik daun pintu. Lantas, terdengar suara decitan yang membuat hatiku geli. Tiba- tiba betapa terkejutnya aku begitu melihat seseorang yang berdiri tepat di hadapanku.
Matanya terbuka seiring pintu kelas yang aku buka. Terlihat tas punggung warna hitam tergantung  di kedua pundaknya. Dia hanya diam. melawati ku yang mendadak mematung  begitu melihat keberadaannya.
Dia melepasku dengan sorot mata yang tajam. Entah mengapa matanya terlihat begitu jelas dan dalam. Bola matanya bersinar. Dan sekilas nampak banyangan wajahku terlukis di dalam lingkaran sinarnya.
Aku terus mendengar langkah kakinya yang semakin menjauh. Menghilang. Ditelan  keheningan lorong koridor yang berkelok-kelok. Namun, aku masih mematung. Berdiri dan baru menoleh begitu sosoknya telah menghilang ditelan jarak yang menjadi pemisah.
“ Ayo cepatttt!”  teriak salah seorang senior dari lapangan memberi komando pada barisan siswa baru yang tak melakukan gerak sesuai perintahnya.
Sejumlah siswa yang mendapat hukuman pun juga dapat aku saksikan dari kaca jendela kelas yang memantulkan cahanya kilau matahari. Aku bergegas mengambil papan namaku. Begitu tergesanya aku, hingga aku terjatuh sewaktu pintu yang hendak aku buka  ternyata terbuka dengan sendirinya.
Nampak olehku dua orang senior yang berdiri dihadapanku. “ Kau tidak apa- apa ?” tanya seorang senior yang aku ketahui  bernama  Lando.
Aku menggelengkan kepala sambil berusaha berdiri. “ Aku tidak apa- apa, kakak tidak perlu kuatir…..” jawabku bermaksud menolak bantuannya.
Walau pun Lando sudah mengulurkan tangannya ke arahku, tapi aku tidak bisa menyambutnya dengan leluasa karena senior wanita yang berdiri di sampingnya terlihat tidak suka dengan hal itu.
“ Apakah kau melihat Tino… ? Siswa yang satu kelas denganmu. Dia sudah tiga hari tidak mengikuti pelatihan siswa baru dan baru hari ini dia masuk,tetapi di jam ketiga sudah menghilang entah kemana…. Apakah kau melihatnya ?” tanya Lando lagi.
Aku terdiam sejenak. Ketika hendak aku menjawab pertanyaannya….. seorang senior bernama Afa berteriak kepadanya dari ujung koridor. Suaranya yang lantang seketika membuat Lando menoleh.
“ Lando, penjaga sekolah bilang jika siswa baru itu melarikan diri lewat pagar belakang sekolah….!”
“ Apa !” Sontan Lando geram dan marah pada keteledorannya sendiri, juga para senior yang lain yang kurang waspada terhadap siswa baru yang tidak menurut perintahnya.
Sampai akhir pelatihan siswa baru nama Tino tetap menjadi topik hangat pembicaraan para siswa di sekolah.
Awal masuk ajaran baru. Tino kembali berulah. Dia adalah satu- satunya anak yang berani mengeluarkan baju seragamnya ketika di sekolah, memanjangkan poni rambutnya, mengecat rambutnya dengan warna pirang seperti G- Dragon, repper salah satu boysband Korea. Dan masih banyak hal yang membuat namanya tak pernah redup dibicarakan. Namun, dibalik semua itu dia adalah siswa pintar yang sangat aku  kagumi.
Seorang murid yang mampu menghafalakan semua huruf hiragana, katakana dan kanji jepang hanya  dalam waktu satu jam. Seorang murid yang mahir membaca unsur-unsur kimia, mereaksikan dan menjelaskan macam-macam larutan dan sangat pandai berdialog bahasa inggris.
Dia menduduki peringkat pertama ketika ujian bahasa inggris dan menjadi satu-satunya anak yang lolos dari remidi kimia dan fisika. Dia…., mendadak menjadi tokoh teristimewa dalam lembaran kisah  SMAku.
Aku selalu ingin melihatnya. Memperhatikannya, juga ingin tahu apa yang dia rasakan. Aku merasa dia begitu istimewa, seperti sebutir salju yang putih, yang terjatuh di malam tahun baru. Terkadang dia  juga terlihat seperti  embun yang bening ,yang menyegarkan sekuntum mawar merah yang layu. Dia…. Amat berarti dalam hidupku.
000
Kamis pagi kelasku berolahraga. Pak guru memerintahkan kami untuk bergegas lari ke lapangan. Walaupun  kala itu mendung, aku tetap bersemangat. Aku tidak peduli jika gumpalan awan yang seakan tergantung di atas kepala ku itu akan menjatuhkan berjuta tetes air yang dingin. Asalkan bersama Tino, asalkan diam- diam aku dapat melihat wajahnya walau dari jauh, basah kuyu oleh air hujan pun aku tidak akan pernah mengeluh. Bagiku hari ini tetap cerah, karena wajah Tino seakan bersinar di hatiku.
Olah raga minggu ini bebas. Semua siswa bebas melalukan olah raga yang disukai. Ada yang senam, kasti, badminton, lompat  jauh  dan Tino, dia terlihat sedang asik bermain sepak bola dengan teman-temanya.
Aku senang melihatnya. Ikut tersenyum saat dia berteriak kegirangan karena berhasil memasukkan bola kedalam gawang lawan. Dan menggantungkan harapan setinggi bintang  akan kemenangannya begitu mengetahui dia menyusun strategi dan berjuang keras mengkomando tenam-teman timnya agar lebih kompak dan jeli dalam menyerang. Ketika dia gagal memasukkan bola ke gawang lawan, ingin rasanya aku berteriak memberinya semangat. “ Jangan menyerah, Tino…… Aku akan selalu mendukungmu…… Semangat Tino….. semangat!”
Namun, semua teriakanku hanya tertahan di tenggorokan seperti rasa ini, rasa kagum yang tak mampu aku utarakan padanya. Apalah dayaku, aku hanya bisa melihat bintang hatiku bersinar dan membiarkan diriku  sendiri tenggelam di telan kegelapan malam…..
0000
Setiap hari, ketika pelajaran berlangsung diam-diam  aku selau menoleh ke belakang. Hanya untuk melihatnya. Memastikan dia dalam ke adaan yang baik.
Melihat dia mengerjakan tugas, memperhatikan penjelasan guru atau sedang asik bercerita dengan teman sebangkunya waktu jam kosong membuat hatiku senang. Aku lega. Tetapi, jika dia sakit, terkulai lemah tak berdaya. Menidurkan setengah badannya di atas meja sepanjang pelajaran  dan  diiringi batuk dari mulutnya yang tak kunjung terhenti membuat hatiku seakan tersayat.
Rasanya sangat sakit mengetahui orang yang amat aku kagumi terluka. Namun, aku hanya bisa tertunduk sambil menggigit bibirku menahan perih. Tak melakukan apapun untuknya seperti seorang pengecut. “ Tuhan, lindungilah dia untukku…. Amin….,” hanya sepenggal do’a itu yang bisa aku panjatkan untuknya. Semoga rahmat Tuhan senantiasa menjaga bintang hatiku yang sakit.
0000
Aku berdandan melebihi hari biasanya. Rabu sore kemarin sengaja aku pergi ke salon untuk menata rambutku. Tidak aku potong. Hanya  di gulung dibeberapa sisi agar terlihat lebih banyak dan sesuai dengan wajah mungilku. 
Jujur. Aku melakukan semua ini hanya untuk Tino. Aku ingin dia melihatku, aku juga ingin dia memperhatikan aku sama seperti aku memperhatikan dia.
Seperti biasa di musim hujan. Pagi yang indah kehilangan cahanya keemasannya. Mendung kelabu tergantung di langit. Siap menjatuhkan jutaan air dingin di atas tanah lapangan yang ditumbuhi rerumputan hijau yang telah meninggi.
 Aku bersiap melakukan pemanasan. Ketika aku hendak berbaris pak guru memerintahkan aku untuk mengambil peralatan kasti di gudang. Jelas aku merasa senang mendapatkan tugas itu, karena menyadari Tino belum sampai di lapangan. Aku berharap, aku dapat  berjumpa dengannya di gudang atau hanya sekedar berpapasan dengannya di lorong koridor.
Ahhh….. Aku tidak bertemu dengannya di gudang, juga tidak berpapasan dengannya saat di lorong koridor. Lantas, dia dimana? Bola mataku terus mengembara untuk menangkap sosoknya. Tak sengaja begitu aku lewat di depan kantin jantungku mendadak menjadi longsor. Sakit, hingga membuat kakiku bergemetar seakan kehilangan tenanga.
Sakit. Sangat sakit…. Bahkan terasa lebih sakit dari goresan pisau yang tajam. Melihat Tino duduk berdua dengan  Kak Eca, senior kelas 12 membuat hati ini tercabik. Begitu sakitnya hingga aku tak berdaya. Lemah. Bagaikan terjatuh pada lubang yang dalam dan tak ada cahaya walau hanya setitik. Lantas, mungkinkah aku masih bisa bernafas untuk hari esok, karena sulit rasanya untuk bangkit, sulit rasanya untuk bernafas, dan sulit rasanya untuk berdiri. Aku telah kehilangan duniaku, bintang hatiku dan pohon yang  aku gunakan untuk berteduh. Semua pergi dan menjadi semu. 
Benar… semua ternyata benar. Mereka berdua menjalin hubungan istimewa, seperti yang setiap orang ceritakan. Namun, sungguh munafiknya aku yang terus mengingkari kebenaran itu. Dan, betapa menyedihkannya aku yang setiap saat menggantungkan harapan agar bisa duduk bersamanya melewati secuil senja di atas gedung sekolah. “ Mereka pasangan yang serasi…..!” batinku mencoba menghibur diri.
Kali ini udara seakan tak dapat lagi berlenggang di rongga dadaku. Sesak dan tak sanggup lagi aku melihat mereka bersama. Tiba-tiba air mata yang sedari tadi aku tahan, meluncur perlahan menambah perih di hati yang luka.
Seakan turut berduka, alam pun ikut menangis lewat tetesan air hujan.
Dengan air mata yang terus terjatuh dan suara isak tangis yang tak sanggup lagi aku tahan, meskipun kedua tanganku dengan erat menutup rapat mulutku, aku menyandarkan tubuh yang lemah ini pada dinding yang mulai basah oleh hujan.
Semua basah. Bajuku dan relung hatiku….
Aku tersadar betapa menyedihkannya aku. Rambutku yang kemarin aku tata di salon pun kembali lurus diguyur hujan yang lebat. Tanpa pernah Tino tahu penampilanku yang sengaja aku rubah hanya untuknya…..
Semua pupus ditelan sakit yang menjalar hingga ke sistem syaraf. Aku hanyalah insan yang lemah. Yang dengan mudahnya dijatuhkan oleh cinta. Bahkan untuk beranjak pergi aku harus berusaha mengumpulkan segenap tenanga agar kedua kakiku dapat menopang tubuh payahku. Namun, tiba-tiba……
“ Kau mau pergi kemana…? Olah raganya sudah dihentikan dari lima belas menit yang lalu. Akan percuma jika kau membawa peralatan kasti itu ke lapangan !”
Suara itu terdengar tak asing di telingaku. Aku mengenalnya. Dan, seketika aku menoleh pada suara itu berasal.
“ Tino…..!” ujarku lirih. Oh….. jantungku hampir meloncat keluar. Aku tak percanya, tapi ini nyata. Dia berdiri di depannku membawa payung yang sengaja dia condongkan kearahku. Lantas, Tino mengajakku berteduh di tempat parkir sepeda.
Dia hanya diam, begitu juga dengan aku. Walau, mulanya sempat terbesit dipikiranku untuk mengawali pembicaraan, namun ku biarkan semua berlalu seperti ini. Sesekali memandang wajahnya, mendengarkan gemericik hujan dan ikut menjulurkan tangan untuk menadahkan air hujan yang jatuh dari atas genting.
Indah, seperti mimpi yang tak lenyap di sambut pagi. Terlebih ketika dia bilang jika tak ada yang istimewa dari hubungannya dengan kak Eca.
0000
Sudah satu minggu aku dirawat di rumah sakit. Dokter bilang aku terlalu lelah, dan aku anggap semua yang dokter katakan itu salah. Bukan fisik yang sebenarnya sakit tapi, hatiku….
Semenjak beredar kabar jika Tino akan pindah pada awal ajaran baru dikelas 11, aku langsung jatuh sakit. Aku tak bisa membayangkan bagaimana aku bisa melalui setiap hariku tanpa melihat wajahnya. Semua akan terasa ganjil…karena kepergiannnya.
Tino. Bagiku dia yang menjadi penyemangat hingga aku menjadi juara lomba MIPA,  mengejariku untuk berani presentasi di depan kelas, mendorongku untuk berubah menjadi lebih baik dan selalu menjadi juara di kelas. Serta, dia yang membuatku berani berdiri di atas panggung untuk pertunjukan teater. Semua karena dia, dia dan dia….. dan cintanya yang membuat aku ingin selalu berdiri di dekatnya dipanggung yang sama saat dia tampil menjadi gitaris untuk bandnya.
Aku berusaha masuk sekolah tiga hari menjelang kepindahan Tino. Meskipun dokter dengan keras melarangku pergi karena alasan aku belum sembuh. Tapi, siapa yang bisa mengalahkan cinta. Kekuatannya begitu besar mendorongku melewati setiap langkah menuju sekolah, walau dengan nafas yang terengah-engah dan kesadaran yang sedikit demi sedikit kian tak aku rasakan. Namun, aku tak menjumpai bintang hatiku….. dimana dia? Setiap lorong koridor telah aku terusuri. Setiap sudut sekolah telah aku hampiri, tapi dia…. Tidak ada.
Pak guru memerintahkan aku untuk mengurus izin pulang dengan alasan sakit. Dan aku, hanya dapat mengangguk. Setelah aku mendapat kabar jika Tino lebih cepat berpamitan meninggalkan sekolah lima hari yang lalu, maka aku rasa sudah tak ada lagi gunanya aku berada di sekolah.
 Menyakitkan. Melihat setiap sudut sekolah yang dulu menjadi saksi kenangan yang manis antara aku dan dia, dan kini hanya bisa membisu melepasnya pergi.
Waktu akan menjadi obat paling mujarap untuk menjerat masa lalu pada dimensi yang lampau. Aku berusaha melewati setiap hari di sekolah dengan penuh semangat dan tekat. Sama seperti ketika Tino menjadi bayangan yang selalu aku perhatikan.
  Aku percaya. Selama nafas ini berhembus kelak takdir dapat membawaku bertemu dengan bintang hatiku. Setelah hujan turun, bunga musim semi bermekaran, secuil senja yang merah terlukis dengan sempurna di barat, maka di waktu itulah kami akan dipertemukan. Usai kami berbenah menjadi insan yang lebih baik.
0000
Akhir kelas dua belas. Loker milikku yang  sudah tiga tahun terkunci dan dinyatakan rusak oleh petugas sekolah, tiba-tiba dapat aku buka secara tidak sengaja saat acara perpisahan.
Kotor. Begitulah keadaan loker lamaku. Penuh debu dan jaring laba-laba yang usam nampak menjerat beberapa barang yang masih tertata rapi seperti terakhir ku lihat.
Aku menjulurkan tanganku kedalam. Dengan perlahan tanganku menyapu debu yang menutupi sebuah foto yang tertempel di salah satu bagian loker. Tino. Dia tersenyum. Sangat manis dan membuatku ingin tersenyum pula, walau pun sakit rasanya menyadari jika dia tak ada di sampingku untuk merayakan pesta kelulusan.
Tanpa sengaja ketika salah satu temanku yang lewat mengagetkanku, tanganku menyenggol sebuah buku hingga buku yang tidak sengaja aku senggol itu mengenai foto Tino.
 Foto itu pun jatuh. Dan aku sedikit terkejut mendapati secarik kertas yang tertempel pada bagian belakangnya, karena seingatku aku tidak pernah menempelkan secarik kertas pada bagian belakang foto tersebut.
Jangan mengambil gambar orang tanpa seizinnya…. karena melanggar hukum!! hai,,,, hari ini aku tidak suka dengan rambut barumu yang kau gulung. Aneh! Aku suka kamu yang apa adanya. Dengan rambut lurus tergerai dan pita cantik di pinggirnya…. Satu hal lagi, aku benci melihatmu menangis. Jika kau menangis, entah mengapa aku selalu merasa bersalah padamu, tanpa pernah aku tahu apa sebenarnya salahku padamu….
Jujur. Aku suka padamu… Namun, untuk saat ini aku tak bisa mengatakannya, karena aku tidak ingin membuatmu terluka melepas kepergianku…
Vicka…, tetaplah kau menjadi melati putih kecilku yang aku suka, yang lugu, bersemangat dan selalu ingin membuat orang lain bahagia. Mungkin ini terlalu kuno, tapi beginilah caraku mencintaimu. Kelak…. Jika aku kembali padamu sebagai seorang pria yang sudah dewasa maka saat itulah aku berani mengungkapkan perasaanku padamu dengan lebih arif dan bijaksana….. 
                                                                                                            Kamis, 17 Maret….
                                                                                                            From your star
            Aku lega. Sampai saat ini Tuhan masih memberiku kesempatan untuk mengetahui kebenaran. Aku tidak sendiri. dan cintaku tidak bertepuk sebelah tangan…..  terima kasih Tuhan!








Nama               : Irawati
Alamat                        : Jalan gajah Mada RT 05/ RW 07
                         Desa Bogem Kec. Gurah Kab. Kediri
                         Jawa Timur
Sekolah           : Universitas Nusantara PGRI (UNP)
                         Jalan K. H achmad Dahlan 76 Kediri
No HP             : 081 556 760 861
Biografi dan Cerita Singkat tentang Cerpen
            Aku anak pertama dari lima bersaudara. Kedua orang tuaku berkerja dan aku tumbuh dewasa dengan pengawasan yang sangat ketat dari orang tuaku. Itu sebabnya aku menjadi sangat pendiam dan sukar bergaul, namun semenjak bertemu dengan My Heart Star semua berubah. Aku menjadi diriku sendiri ketika di sekolah. Dan, sekolah seperti rumah yang sesungguhnya bagiku.
            Aku lulus tahun 2004 dari SDN 1 Bogem. Tahun 2007 aku lulus dari SMPN 1 Gurah. Dan, tahun 2010 aku lulus dari SMAN 1 Gurah. Sekarang, aku masih giat belajar di Universitas Nusantara PGRI semester 4 pada jurusan BK.
            Moto hidupku, tekat, tekun dan semangat. Tak perduli orang memandangku tak punya apa pun, namun dengan tekat, ketekunan dan semangat aku yakin semua pasti bisa, bila Tuhan sudah menghendaki. Semangat !!!
            Semoga cerpen ini dapat membawaku bertemu dengan My Heart Star yang sudah lama menghilang…..









Jumat, 23 Desember 2011

kecelakaan anak sekolah

ini kejadian di jembatan lama brantas bandar, kota kediri.
terjadi pada tanggal 23 desember 2011, sekitar pukul 13.00
korban anak sekolah. akibat sopir ngantuk.
untuk itu was was ya,,,
hati hati ketika berkendara.

Selasa, 22 November 2011

bastomi in my heart


Taeyang in my heart
            Lantunan tembangnya….
       Membuat diri ini bahagia
       Suara lembut nan indah
       Telah tergambar jelas di wajahnya
                     Matanya yang mempesona
                     Selalu menjadi sorotan
                     Lirikannya yang tajam
                     Membuat jantung ini sekilas terhenti
              Mengapa dia ada....                                                 
              Merindunya setiap saat
              Teringat betapa bodohnya aku
              Menyukai seseorang yang mustahil
       Dia jauh……
       Jauh sekali menjangkau wajahnya
       Jarak kita berdua
       Telah terputus oleh pulau
                     Jika kelak aku menemuimu
                     Jangan engkau lupakan
                     Saat daun akasia jatuh di senja hari
                     Bersama jatuhnya aku di tinggalmu
                   bastomi…..
kirilip